Sumedang-Begini penampakan pasca banjir bandang di Dusun cisurupan sawah Dadap Kecamatan cimanggung
Pasca banjir bandang yang menimpa Dusun Cisurupan Desa Sawahdadap Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang, yang menewaskan dua orang, yakni Dini (40) dan anaknya Syifa (15) Jenazah tersebut ditemukan pada Minggu (18/12) pukul 10.20 WIB bertempat di sungai di kawasan PT Dwi Papuri.
“Korban hilang sudah ditemukan oleh tim SAR gabungan. Kedua korban atau jenazah dibawa ke Puskesmas Sawahdadap,” kata Kepala Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan (Pusdalops) BPBD Jabar, Hadi Rahmat.
Hadi juga menyebutkan untuk dampak banjir bandang hingga saat ini masih dalam pendataan.
Sementara, akibat banjir yang dipicu tingginya intensitas curah hujan tersebut, sejumlah warga mengungsi. Titik pengungsi berada di Balai Desa Sawahdadap. Tercatat, 658 unit rumah terendam di Desa Cihanjuang.
“Jumlah pengungsi sebanyak 86 kepala keluarga atau setara 267 jiwa,” ujarnya
Pantauan media, material lumpur menyelimuti hampir semua jalan gang di dekat sungai. Begitu pun rumah rumah yang hancur akibat diterjang banjir bandang. Belum lagi, sisa sisa pohon dan akar berbagai jenis pohon berserakan di dalam selokan. Tak terhitung berapa kerugian materil akibat banjir tersebut.
Kang Yudi dari Organisasi Kemasyarakatan Barisan Indonesia Pemantau dan Pengawas Tipikor (ORMAS BIDIK) mengatakan pihaknya sangat menyesali sekali kejadian tersebut. Sebab, dirinya sering mengingatkan kepada pemerintah baik melalui media sosial maupun diwawancara awak media. Dirinya tak habis pikir kenapa masih banyak alih fungsi lahan dari kawasan konservasi ke pemukiman dan perumahan komersil
Ini jelas ada kesalahan fatal, baik di izin mendirikan bangunan maupun di analisis mengenai dampak lingkungan. Ada apa ini, apakah tidak mencontoh kejadian longsor Cimanggung 2020 silam. Sekarang kejadian lagi di tahun 2022,”Tolong buat Pemerintah ini harus banyak perhatian khusus dan pengkajian lagi buat Perizinan. ujarnya.
Karena itu yang menjadi penopang air di wilayah Sawahdadap, adalah arena Gunung Geulis. Melihat kejadian banjir kemarin, kalau air lumpur dan bekas pohon longsor, itu menandakan sudah banyak pembukaan lahan diatasnya. Kedepannya akan sangat berbahaya karena tidak ada lagi resapan air atau ruang terbuka hijau.
“Kami juga melihat kondisi lokasi banjir, Jalan sejajar Jalur air. Ini akan sulit kengevakuasi saat ada banjir bandang. Caranya kuatkan oleh masyarakat untuk bersama menjaga hutan di atasnya, kalau berkebun pakai tanaman buah/keras yang kuat menyerap air dan menahan longsor,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu solusinya tetapi perlu diperhatikan juga, air semakin lancar, akan semakin cepat, dan semakin berbahaya untuk di daerah hilirnya. Air hujan perlu diperlambat sampai sungai, dengan banyak resapan air, atau pohon pohon penahan air. Perlambatan air, bisa mandiri masyarakat atau dibuat embung-embung berjenjang oleh kelompok /desa sampai Pemda