Setyawati Pantara, S.Pd. | Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen SMP Negeri 18 Semarang |
Artikel, PortalIndonesiaNews.net
Pendahuluan
Pemanasan global merupakan salah satu isu lingkungan yang saat ini sedang ramai diperbincangkan. Masalah global ini berdampak langsung pada kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup di dunia. Para ahli lingkungan, ilmuwan, pemuka agama, dan masyarakat umum semakin menyadari pentingnya isu ini. Demikian pula di Indonesia, isu pencemaran lingkungan yang mengarah pada pemanasan global menjadi bahan kajian yang menarik bagi berbagai pemangku kepentingan.
Dalam konteks Pendidikan Kristen, isu-isu pencemaran lingkungan juga mendapat perhatian yang signifikan. Perhatian ini berasal dari pengakuan bahwa gereja berperan dalam kesejahteraan dan kelangsungan hidup banyak individu. Dengan demikian, kepedulian gereja tidak hanya untuk kepentingan jemaat atau komunitas gereja saja. Sebaliknya, gereja dipandang memiliki tanggung jawab untuk menanggapi semua masalah yang berkaitan dengan kehidupan banyak orang, terutama yang terkait erat dengan lingkungan.
Dalam menghadapi krisis lingkungan yang terus meningkat, menjadi sangat penting untuk menanamkan tidak hanya pengetahuan akademis tetapi juga kesadaran etis dan tanggung jawab lingkungan kepada generasi masa depan kita. Pendidikan Kristen, yang menekankan penatalayanan bumi Tuhan, menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk menggabungkan ajaran spiritual dengan pendidikan lingkungan. Hal ini sangat penting terutama pada masa remaja, sebuah tahap yang diakui secara luas memiliki dampak yang besar terhadap lintasan perkembangan individu. Penelitian ini akan mengeksplorasi integrasi perangkat pembelajaran hijau dalam pendidikan Kristen untuk anak remaja awal, dengan fokus khusus di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Literatur yang dikaji dalam penelitian ini terdiri dari dua konsep utama: Pendidikan Kristen dan sumber belajar yang ramah lingkungan. Pendidikan Kristen pada dasarnya bertujuan untuk menanamkan pandangan dunia Kristen pada anak-anak dan menumbuhkan kecintaan seumur hidup untuk belajar, ditambah dengan dedikasi untuk melayani dengan cara yang mencerminkan ajaran Kristus.[ G. Knight, Philosophy & Education: An Introduction in Christian Perspective, edisi ke-4 (Skotlandia: St. Andrews University, 2006), 76-77.] Dalam penelitian mereka, Shonkoff & Phillips menggarisbawahi fase anak remaja awal sebagai masa pertumbuhan kognitif, emosional, dan sosial yang cepat.[ J. P. Shonkoff dan D. A. Phillips, From Neurons to Neighborhoods: The Science of Early Childhood Development (Washington DC: National Academies, 2000), 12.] Oleh karena itu, pendidikan Kristen pada tahap ini bertujuan untuk mengajarkan anak-anak tentang kasih Tuhan, prinsip-prinsip Alkitab, dan peran mereka sebagai pemelihara lingkungan.
Di sisi lain, materi pembelajaran yang ramah lingkungan mengacu pada sumber daya dan alat pendidikan yang ramah lingkungan, dan mereka memupuk rasa hormat dan pemahaman anak-anak terhadap lingkungan.[ P. Damerell, C. Howe, dan E. J. Milner-Gulland, “Child-orientated environmental education influences adult knowledge and household behaviour” dalam Environmental Research Letters, Vol. 8, No.1 (2013); 17-27.] Sumber daya ini, yang dapat berkisar dari bahan daur ulang hingga alat digital yang mengurangi kebutuhan akan sumber daya fisik, selaras dengan doktrin penatalayanan Kristen dan membekali anak remaja awal dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk gaya hidup yang berkelanjutan. Ada satu penelitian sebelumnya yang membahas tentang penanaman nilai-nilai moral untuk anak remaja awal juga dapat diterapkan melalui penggunaan media pembelajaran tradisional. Penelitian tersebut mengungkapkan pentingnya media pembelajaran sebagai alat bantu dalam menyampaikan pesan yang bermakna bagi pendidikan karakter anak.
Bagian penting dari tinjauan literatur ini adalah konteks unik Kota Semarang, Indonesia. Kota dengan mayoritas penduduk perkotaan. Penggabungan dan penerapan media pembelajaran ramah lingkungan dalam pendidikan anak remaja awal Kristen di Semarang menjadi landasan eksplorasi penelitian ini.
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif, berdasarkan tinjauan ekstensif terhadap literatur yang ada. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 18 Semarang. Penelitian ini dilakukan pada bulan September hingga November 2023. Para peneliti melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap berbagai artikel jurnal dan buku-buku yang berkaitan dengan subjek sumber belajar untuk anak usia
dini, dan prinsip-prinsip Pendidikan Agama Kristen untuk mengumpulkan data yang relevan. Selanjutnya, para peneliti melakukan investigasi deskriptif-analitis dengan mengamati dan mewawancarai para guru di SMP Negeri 18 Semarang. Tahap terakhir adalah penyusunan artikel berdasarkan data yang diperoleh dari tinjauan pustaka, argument yang dipaparkan, observasi yang dilakukan, dan wawancara yang dilakukan.
Hasil dan Pembahasan
1. Prinsip-prinsip pendidikan Kristen dan penerapannya dalam kehidupan anak-anak.
Pendidikan Kristen mencakup lebih dari sekadar menanamkan ajaran-ajaran gereja kepada anak-anak. Hal ini terbukti dalam pendirian dan dukungan berkelanjutan dari universitas-universitas oleh orang-orang Kristen. Fakta bahwa universitas berasal dari pandangan dunia Kristen sering kali diabaikan atau diremehkan oleh mereka yang memiliki pandangan negatif terhadap kekristenan. Kekristenan adalah sebuah iman yang terlibat dalam refleksi diri dan kritik diri, meskipun hal tersebut dapat menjadi proses yang menantang.[ G. T. Kurian, dan M. A. Lamport, Encyclopedia of Christian Education (Washington DC: Rowman & Littlefield, 2003), 56.] Ini berarti bahwa orang Kristen telah memainkan peran penting dalam memajukan pengetahuan dan pemikiran kritis.
Van Til memandang pendidikan melalui kacamata Kristen, dengan menekankan hubungannya dengan Firman Tuhan. Dia percaya bahwa pendidikan harus memungkinkan kita untuk memahami dan menghormati Tuhan. Di sisi lain, perspektif John Dewey tentang pendidikan berakar pada pragmatisme dan progresivisme. Menurut Dewey, kepercayaan supranatural bertindak sebagai penghalang bagi kemajuan manusia, dan dengan demikian ia menganjurkan agar kepercayaan tersebut ditinggalkan.[ T. N. Woenardi, etc. “The Concept of Education According to John Dewey and Cornelius Van Til and Its Implications in The Design of Early Childhood Character Curriculum” dalam International Journal of Recent Educational Research, Vol. 3, No. 3 (2022): 269–287. ] Sedangkan menurut Van Brummelen, pendidikan Kristen memainkan peran penting dalam membina iman, pengembangan karakter, dan pertumbuhan rohani anak-anak. Pendidikan ini membangun fondasi spiritual yang kuat dengan memberikan pengajaran tentang Tuhan, Yesus Kristus, dan ajaran Alkitab.[ Harro W. Van Brummelen, Walking with God in the Classroom: Christian Approaches to Teaching and Learning (Colorado Springs, Colorado: Purposeful Design, 2009), 34.]
Pendidikan Kristen memfasilitasi pembentukan hubungan pribadi dengan Tuhan dan meningkatkan pemahaman anak-anak akan nilai-nilai dan keyakinan Kristen.
Menanamkan pendidikan karakter pada anak remaja awal sangat penting, karena periode ini, mulai dari 11 hingga 15 tahun, diakui sebagai fase pertumbuhan dan perkembangan yang kognitif dan emosional yang cukup penting. Masa ini merupakan kesempatan yang ideal untuk mengajarkan pemahaman dan perasaan pada anak remaja awal untuk berfokus pada sesuatu yang di luar diri mereka.[ Woenardi, etc. “The Concept of Education According to John Dewey and Cornelius Van Til and Its Implications in The Design of Early Childhood Character Curriculum”: 269–287.] Pengalaman dan ajaran yang diberikan selama tahap ini secara signifikan memengaruhi perkembangan seseorang pada masa berikutnya. Prinsip-prinsip pendidikan Kristen dan penerapannya dalam kehidupan anak didik, terutama dalam pertumbuhan moral dan spiritual mereka, sangatlah mendasar. Sistem pendidikan ini menggabungkan iman, pengetahuan, dan tindakan moral, membangun fondasi yang dapat diandalkan bagi anak-anak untuk bertumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab baik dalam konteks spiritual maupun lingkungan. Diskusi ini akan berfokus pada penerapan pendidikan Kristen untuk anak remaja awal dengan menggunakan materi pembelajaran berbasis lingkungan di kota Semarang, Indonesia.
2. Memahami perspektif yang lebih luas tentang pendidikan Kristen dan pentingnya pendidikan Kristen
Tujuan dari pendidikan Kristen adalah untuk menanamkan pandangan dunia Kristen pada anak-anak dan menumbuhkan semangat untuk belajar dan melayani yang mencerminkan ajaran-ajaran Kristus.[ Knight, Philosophy & Education, 70.] Masa remaja awal adalah masa yang sangat sensitif karena ditandai dengan pertumbuhan yang cepat secara kognitif, sosial, dan emosional.[ Shonkoff dan Phillips, From Neurons to Neighborhoods, 12-13.] Pendidikan Kristen mempromosikan integrasi iman dan pembelajaran, yang memungkinkan anak-anak untuk melihat dunia dari sudut pandang Alkitab. Hal ini membantu mereka untuk mengenali keterkaitan antara iman Kristen mereka dengan semua bidang pengetahuan dan mata pelajaran. Hal ini menumbuhkan pemikiran kritis dan kemampuan untuk membedakan kebenaran dan hikmat.[ David S. Dockery. Christian Leadership Essentials: A Handbook for Managing Christian Organizations (Tennesee: B&H, 2011), 83.] Pendidikan Kristen pada masa ini melibatkan pengajaran kepada anak-anak tentang kasih Allah, nilai-nilai yang digambarkan dalam Alkitab, dan tugas mereka sebagai pemelihara ciptaan Allah.
3. Media pembelajaran yang ramah lingkungan dan signifikansinya dalam pendidikan Kristen
Sumber belajar yang ramah lingkungan adalah materi dan alat pendidikan yang berkelanjutan, memiliki dampak lingkungan yang minimal, dan mendorong apresiasi anak-anak terhadap lingkungan. Sumber daya ini dapat bervariasi mulai dari barang daur ulang atau barang bekas hingga alat digital yang mengurangi kebutuhan akan sumber daya fisik. Materi-materi ini tidak hanya selaras dengan tugas orang Kristen sebagai pemelihara ciptaan Tuhan, tetapi juga memberi anak-anak pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup berkelanjutan.[ P. Damerell dan Milner-Gulland, “Child-orientated environmental education influences adult knowledge and household behaviour”, 21.]
Kota Semarang, sebuah kota di Indonesia yang dinamis dengan perkembangan serta landskap wilayah yang sangat ragam mulai dari area pantai hingga pegunungan dengan berbagai konteks masyarakat yang berbeda. Komunitas Kristen di Semarang merupakan kelompok minoritas, meski demikian kota
Semarang cukup ramah bagi kelompok minoritas untuk dapat melakukan ibadah termasuk memperoleh pembelajaran Agama di sekolah, salah satunya SMP Negeri 18 Semarang. Pemanfaatan materi pembelajaran yang dibuat dari bahan daur ulang dapat meningkatkan kesadaran anak-anak untuk menjaga lingkungan yang sehat dan bersih. Dengan memasukkan media tersebut ke dalam pengajaran, para pendidik dapat meningkatkan kreativitas dalam proses pembelajaran, menjelaskan metode pelestarian lingkungan, dan memberikan pengetahuan tentang pengurangan limbah melalui daur ulang barang bekas menjadi materi pendidikan. Selain itu, para guru telah memperkenalkan pendidikan agama Kristen melalui beragam sumber belajar yang dibuat dari sampah plastic.
Berdasarkan wawancara dengan para siswa di sana, ditemukan bahwa mereka menggunakan berbagai bahan pembelajaran yang ramah lingkungan, seperti bahan daur ulang dan barang bekas, sebagai alat peraga untuk menyampaikan berbagai cerita Alkitab. Penggabungan bahan-bahan pembelajaran yang ramah lingkungan ini memiliki tujuan untuk mengurangi sampah di kota Semarang, sekaligus berkontribusi pada pendidikan tentang pentingnya mengasihi Tuhan dan merawat ciptaan-Nya. Biasanya, para guru menggunakan bahan-bahan pembelajaran ramah lingkungan ini untuk menceritakan kisah-kisah Alkitab, termasuk boneka yang terbuat dari kain dan kaus kaki bekas, serta gambar-gambar dekoratif yang menggambarkan kisah-kisah Alkitab yang dibuat dari sampah plastik.
Analisis penelitian Nicole M. Ardoin dan Alison W. Bowers menunjukkan bahwa Pendidikan Lingkungan Hidup kepada anak usia remaja awal secara positif mempengaruhi perkembangan afektif dan kognitif ke depan.[ N. M. Ardoin dan A. W. Bowers, “Early Adult environmental education: A systematic review of the research literature” dalam Educational Research Review (2020); 10-27.] Program ini mendorong mereka untuk mengeksplorasi lingkungan, meningkatkan rasa percaya diri, dan memfasilitasi pembentukan tanggungjawab individu terhadap alam dan perlindungan lingkungan. Studi yang ditinjau menyoroti pentingnya lingkungan yang kaya akan alam dan penggabungan elemen alam ke dalam ruang kelas, dengan fokus khusus pada pepohonan, air, dan alam secara umum. Program-program ini bertujuan untuk menumbuhkan keterampilan tindakan anak-anak dan mempromosikan perilaku pro-lingkungan yang sesuai dengan perkembangan mereka. Selain itu, temuan menunjukkan bahwa pembelajaran tentang cinta alam dari mulai praktik-praktik kecil tidak hanya memprioritaskan pendidikan lingkungan, tetapi juga menekankan pada pengembangan pribadi dan kemajuan akademis.
Bukti dari tinjauan mereka menunjukkan hasil positif dari siswa SMP Negeri 18 Semarang, yang menunjukkan adanya peningkatan kebersihan lingkungan ruang kelas dan juga kesadaran untuk memisahkan sampah yang berbeda di tempat sampah. Selain itu, pembelajaran ini juga menumbuhkan perilaku ramah lingkungan. Penggabungan pengaturan dan elemen yang kaya akan alam di ruang kelas memainkan peran penting dalam munculnya tanggungjawab terhadap alam dan juga keterampilan memanfaatkan sampah non-organik.
Konsep ekologi sekolah lebih dari sekedar mengajarkan siswa tentang lingkungan, meskipun itu adalah bagian dari konsep tersebut. Sebaliknya, pendidikan ekologi melibatkan pembentukan sebuah sistem yang mewujudkan pola dan prinsip ekologi sebagai intinya. Pertanyaannya adalah: mengapa kita harus memasukkan ekologi ke dalam sekolah? Ekologi mewakili sistem yang paling tangguh dan stabil yang kita kenal. Ekosistem memiliki kemampuan untuk mereplikasi diri, menyebar, dan mempertahankan diri. Sistem alami meningkatkan kompleksitas dan ketahanan dari waktu ke waktu, secara efisien memanfaatkan sumber daya melalui interaksi yang tak terhitung jumlahnya. Jelaslah bahwa keterkaitan kehidupan membentuk sebuah jaringan. Jika disejajarkan, jaringan ekologimemiliki kemiripan dengan koneksi saraf di otak atau, pada tingkat yang lebih abstrak, koneksi dalam kurikulum atau jaringan sosial yang ditemukan di sekolah dan masyarakat kita.[ Hamidulloh Ibda. “Ekologi Perkembangan Anak, Ekologi Keluarga, Ekologi Sekolah dan Pembelajaran” dalam ASNA: Jurnal Kependidikan Islam Dan Keagamaan, Vol. 4. No 2 (2022): 75–93.] Ekologi sekolah lebih dari sekadar mengajarkan siswa tentang lingkungan dengan menciptakan sistem yang mencerminkan prinsip-prinsip ekologi.
Menerapkan ekologi di sekolah memungkinkan kita untuk meningkatkan ketahanan dan stabilitas sistem alam, yang dapat mereplikasi diri, menyebar, dan mempertahankan diri mereka sendiri. Sistem ini menjadi lebih kompleks dan tangguh dari waktu ke waktu sambil memanfaatkan sumber daya secara efisien melalui berbagai interaksi. Keterkaitan jaringan ekologi mirip dengan koneksi saraf di otak, hubungan dalam kurikulum, dan jaringan sosial di sekolah dan komunitas kita. Dengan merangkul pendidikan ekologi, kita dapat memperdalam pemahaman siswa tentang alam, mendorong keberlanjutan, dan mempromosikan pengalaman belajar yang komprehensif yang melampaui batas-batas ruang kelas.
Kesimpulan
Pendidikan Kristen memainkan peran penting dalam perkembangan anak-anak, memupuk iman, karakter, dan pertumbuhan rohani mereka. Pendidikan ini tidak hanya mengajarkan pengetahuan yang berhubungan dengan gereja, tetapi juga mencakup prinsip-prinsip yang selaras dengan nilai-nilai Kristiani. Dengan memasukkan materi pembelajaran yang ramah lingkungan, seperti barang-barang daur ulang dan alat-alat digital, para pendidik Kristen di SMP Negeri 18 Semarang mempromosikan kesadaran lingkungan dan keberlanjutan dengan menciptakan mainan edukatif daur ulang dan mengadopsi praktik-praktik ramah lingkungan semakin memperkaya pendidikan karakter Kristen. Integrasi antara iman, pengetahuan, dan kepedulian terhadap lingkungan menumbuhkan pengalaman belajar yang komprehensif yang membekali anak-anak untuk masa depan digital sambil memelihara kesejahteraan spiritual dan lingkungan mereka.